Nusavoxmedia.id – Lebih dari 24 tahun setelah dua menara kembar roboh, pemerintah New York masih mengumumkan nama-nama korban baru yang berhasil diidentifikasi. Pada Agustus 2025, tiga jenazah lagi dipastikan milik korban tragedi 9/11 melalui uji DNA. Salah satunya adalah Barbara Keating, seorang pensiunan advokat disabilitas berusia 72 tahun dari California. Ia termasuk penumpang pesawat American Airlines Flight 11 yang menabrak menara utara WTC, dilansir dari The New York Times.
Keluarganya pernah diberi tahu agar tidak menaruh harapan akan identifikasi, sebab panas dan ledakan diperkirakan menghancurkan DNA. Namun, sisir milik Barbara yang disimpan keluarga akhirnya menjadi kunci pembanding.
“Hampir seperempat abad berlalu, komitmen kami tetap sama yaitu mengembalikan korban kepada keluarganya,” ujar Jason Graham, Kepala Pemeriksa Medis Kota New York, dilansir dari The Guardian. Dua korban lain yang baru teridentifikasi adalah Ryan Fitzgerald, pegawai fidusia berusia 26 tahun, serta seorang wanita dewasa yang identitasnya dirahasiakan.
Baca Juga: Rahayu Saraswati Mundur dari DPR, Minta Maaf atas Pernyataan Kontroversial
Peristiwa pagi itu dimulai pukul 08.46 waktu New York ketika Flight 11 menabrak menara utara WTC. Tak lama, pukul 09.03, giliran Flight 175 menghantam menara selatan. Sekitar setengah jam kemudian, Pentagon dihantam pesawat ketiga.
Flight 93 yang diduga diarahkan ke Capitol atau Gedung Putih akhirnya jatuh di ladang Pennsylvania setelah penumpang melawan para pembajak. Dalam waktu kurang dari dua jam, kedua menara setinggi 110 lantai runtuh, menewaskan hampir 3.000 orang, termasuk ratusan petugas penyelamat.
Komisi independen 9/11 kemudian menyimpulkan serangan itu didalangi Al-Qaeda dengan Osama bin Laden sebagai tokoh sentral, sementara Khalid Sheikh Mohammed disebut otak operasi. Amerika Serikat merespons cepat dengan menggulirkan perang melawan teror, menginvasi Afghanistan pada Oktober 2001, dan mengesahkan Patriot Act. Kebijakan ini mengubah wajah keamanan global, dari prosedur bandara hingga pembentukan Department of Homeland Security.
Baca Juga: PM Nepal Mengundurkan Diri Usai Gelombang Protes Gen Z Anti-Korupsi
Dua dekade kemudian, dampaknya tetap terasa. Ground Zero memerlukan waktu delapan bulan lebih untuk dibersihkan, lalu berdiri One World Trade Center sebagai simbol kebangkitan. Sementara itu, al-Qaeda melemah, meski sel-sel kecilnya masih aktif di beberapa wilayah. Osama bin Laden sendiri baru dilumpuhkan pasukan khusus AS di Abbottabad, Pakistan, pada Mei 2011.
Namun, tragedi itu bukan hanya soal terorisme. Bagi keluarga korban, 11 September 2001 adalah hari kehilangan tanpa akhir. Dilansir dari The Guardian, Mary Arthen, sahabat Barbara Keating, mengenangnya sebagai sosok lembut dan penuh kasih. “Dia seharusnya tidak ada dalam penerbangan itu. Hanya karena ingin pulang lebih cepat untuk anaknya, dia naik pesawat tersebut,” katanya dengan nada pilu.
Hingga kini, sekitar 40 persen korban tewas masih belum teridentifikasi. Setiap temuan DNA baru menjadi secercah harapan bagi keluarga yang sudah menunggu puluhan tahun. Dan setiap tanggal 11 September, lonceng-lonceng peringatan berdentang, mengingatkan dunia bahwa tragedi itu tidak hanya meruntuhkan gedung pencakar langit, tetapi juga meninggalkan luka panjang dalam sejarah umat manusia.

