Fadli Zon Menetapkan 17 Oktober Sebagai Hari Kebudayaan Nasional: Fakta dan Kontroversi

Nusavoxmedia.id – Menteri Kebudayaan Fadli Zon telah resmi menetapkan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional. Penetapan ini merujuk pada Surat Keputusan (SK) Menteri Kebudayaan Nomor 162/M/2025 yang dikeluarkan pada 7 Juli 2025. Meski menjadi momen penting dalam agenda nasional, Hari Kebudayaan Nasional tidak termasuk dalam kategori hari libur.

Penetapan ini bukan tanpa alasan. Dalam SK tersebut, tercantum bahwa kebudayaan adalah fondasi, pilar utama, serta instrumen strategis dalam membangun dan menguatkan karakter bangsa. Selain itu, kekayaan warisan budaya Indonesia juga perlu dilestarikan untuk meningkatkan kesejahteraan, produktivitas, dan kemajuan bangsa.

Menurut M. Asrian Mirza, Staf Khusus Menteri Kebudayaan Bidang Media dan Komunikasi Publik, kebijakan ini merupakan upaya strategis menjaga kebudayaan di tengah derasnya pengaruh global. “Kebudayaan adalah ruang bertemu, bukan ruang berjarak,” ujar Asrian.

Selanjutnya, penetapan ini juga berdasarkan amanat UUD 1945 Pasal 32 ayat 1 dan 2, serta UU Pemajuan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2017 dan UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Negara memiliki kewajiban untuk memajukan kebudayaan nasional di tengah arus globalisasi dan perkembangan teknologi.

Beberapa objek yang termasuk dalam Pemajuan Kebudayaan meliputi tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, dan olahraga tradisional.

Penetapan Hari Kebudayaan pada 17 Oktober ini juga telah melalui serangkaian diskusi formal dan informal untuk membuat kajian akademik tentang urgensi Hari Kebudayaan Nasional. Usulan ini datang tidak hanya dari Yogyakarta, tetapi juga dari sejumlah seniman di beberapa daerah lain.

Di sisi lain, kontroversi pun muncul seiring dengan penetapan ini. Banyak netizen yang merasa bahwa tanggal 17 Oktober dipilih untuk memperingati hari kelahiran Presiden Prabowo Subianto, yang juga lahir pada tanggal yang sama di tahun 1951. Namun, Fadli Zon dan wakilnya, Giring Ganesha, hingga saat ini belum memberikan konfirmasi terkait hal tersebut.

Nano Asmorodono, salah satu pengusul Hari Kebudayaan Nasional, membantah anggapan tersebut. Menurutnya, tanggal 17 Oktober dipilih berdasarkan peristiwa Presiden pertama Indonesia, Soekarno, dan Perdana Menteri Mohammad Natsir menetapkan “Bhinneka Tunggal Ika” sebagai slogan bangsa pada tahun 1951.

“Ada beberapa usulan tentang tanggal, ada 9 Mei, 18 Juli 1918, banyak usulan tentang tanggal itu. Nah, kami kaji dan ketemulah tanggal 17 Oktober karena itu pas dengan politik kebudayaan Bung Karno,” ungkap Nano, yang juga merupakan Maestro Seni Ketoprak di Sleman, DI Yogyakarta.

Namun, beberapa pemimpin Komisi X DPR RI seperti Lalu Hadrian Irfani dan Maria Yohana Esti Wijayati, mengaku belum mengetahui ihwal penetapan ini. Untuk itu, mereka berencana memanggil Fadli Zon untuk mengklarifikasi keputusan ini.

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kunjungi Media Sosial Kami

440PengikutMengikuti
2,430PelangganBerlangganan

Latest Articles