Nusavoxmedia.id – Gelombang kritik terhadap fasilitas para wakil rakyat belum juga mereda. Setelah tunjangan perumahan DPR RI ramai diprotes hingga memicu aksi demonstrasi besar, kini giliran DPRD DKI Jakarta yang jadi sasaran sorotan. Besaran tunjangan rumah senilai lebih dari Rp70 juta per bulan dianggap tidak masuk akal oleh sejumlah pihak.
Demo sempat digelar oleh massa Aliansi Mahasiswa Peduli Sosial dan Demokrasi (AMPSI) di depan gedung DPRD DKI, Kamis (4/9/2025). Dilansir dari Detik, Mereka mempertanyakan transparansi anggaran dan menuntut evaluasi terhadap hak istimewa yang diterima anggota dewan. “Uang rakyat seharusnya dipakai untuk kepentingan publik, bukan untuk fasilitas berlebihan,” seru salah satu orator.
Tuntutan massa kala itu terangkum dalam tiga poin yaitu keterbukaan soal gaji dan tunjangan, penghapusan tunjangan yang dinilai kelewat besar, serta audit menyeluruh terhadap sejumlah BUMD seperti PAM Jaya, Pasar Jaya, Food Station, Jakpro, dan Dharma Jaya.
Baca Juga: Kejagung Tahan Nadiem Makarim, Eks Mendikbud Jadi Tersangka Korupsi Chromebook Rp1,98 Triliun
Aturan yang dijadikan dasar memang ada, mulai dari PP Nomor 18 Tahun 2017 hingga Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 17 Tahun 2022 yang kemudian diperbarui lewat Keputusan Gubernur Nomor 415 Tahun 2022. Dalam regulasi tersebut, jika rumah jabatan tak tersedia, anggota DPRD berhak menerima tunjangan perumahan dalam bentuk uang. Besarannya ditetapkan yaitu Rp78,8 juta per bulan untuk pimpinan dan Rp70,4 juta per bulan untuk anggota, sudah termasuk pajak.
Menanggapi keresahan publik, pimpinan DPRD DKI menyatakan siap membuka ruang evaluasi. Wakil Ketua DPRD DKI Basri Baco menyebut semua fraksi sudah satu suara soal penyesuaian. “Tidak ada yang menolak untuk dikaji ulang. Kami terbuka dengan evaluasi agar sesuai kondisi saat ini,” ucapnya. Ia juga menegaskan bahwa audit terhadap BUMD akan segera direkomendasikan kepada Gubernur.
Dari pihak eksekutif, Gubernur Jakarta Pramono Anung mengakui sudah melakukan komunikasi dengan DPRD DKI. Namun ia memilih menunggu langkah resmi dari lembaga legislatif ibu kota itu. “Saya sudah berbicara dengan mereka, tinggal menunggu keputusan DPRD,” kata Pramono di Balai Kota, Jakarta Pusat, Minggu (7/9).
Isu tunjangan rumah ini mencuat setelah gelombang demonstrasi di Jakarta pada akhir Agustus hingga awal September 2025. Kala itu, muncul “17+8 Tuntutan Rakyat” yang dibacakan sejumlah tokoh muda, salah satunya menyoroti fasilitas mewah anggota parlemen. Dari tekanan publik tersebut, DPR pusat akhirnya memutuskan untuk menghapus tunjangan rumah mereka. Kini, bola panas berada di tangan DPRD DKI.

