Nusavoxmedia.id – Program Makan Bergizi Gratis (MBG), salah satu janji utama Presiden Prabowo Subianto, kini menjadi sorotan tajam setelah kasus keracunan massal menimpa ribuan siswa. Hingga 14 Mei 2025, setidaknya 1.315 siswa dari berbagai daerah seperti Bogor, Bandung, dan Tasikmalaya telah terdata mengalami keracunan setelah menyantap makanan MBG. Insiden ini memicu gelombang kritik dari masyarakat dan mempertanyakan efektivitas program yang menelan anggaran Rp71 triliun tersebut.
Gelombang Keracunan Makanan Bergizi Gratis (MBG)
Kasus keracunan MBG telah berulang sejak awal 2025 di berbagai wilayah, mulai dari Sukoharjo, Sumba Timur, hingga Bombana. Baca juga kunjungan Bill Gates ke Indonesia di sini. Insiden terbaru terjadi pada pekan sebelum 13 Mei 2025 di Kota Bogor, di mana ratusan siswa TK hingga SMP mengalami mual, diare, hingga tubuh membiru usai mengonsumsi MBG. Sebanyak 22 siswa harus dirawat di rumah sakit akibat insiden ini.
Pada 29 April 2025, 342 siswa SMP Negeri 35 Bandung juga mengalami gejala serupa karena makaroni dan sayuran yang basi. Di Tasikmalaya, 24 pelajar dari Kecamatan Rajapolah dirawat hingga 1 Mei 2025 malam, dengan 8 di antaranya dirawat inap dan 1 dirujuk ke rumah sakit. “Kami makan saja karena senang dapat MBG, eh keracunan,” ujar seorang siswa. Kasus ini menambah daftar panjang, termasuk di Cianjur (78 siswa), Sukoharjo (40 siswa), dan Sumba Timur (29 siswa). Di Cianjur, insiden pada 21 April 2025 menimpa 176 orang, termasuk 78 siswa, hingga ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
Penyebab Keracunan
Kualitas makanan menjadi masalah utama dalam kasus ini. Di Bombana, Sulawesi Tenggara, 53 dari 1.026 paket MBG berbau amis pada 23 April 2025. Di Wonorejo, Jawa Tengah, kepala sekolah dan dua murid keracunan pada 24 April 2025 karena daging ayam yang tidak layak konsumsi, menurut BBC. Pakar gizi dari UGM, Prof. Dr. I Made Alit Gunawan, menilai sanitasi dapur dan suhu penyajian sering terabaikan, yang menjadi akar masalah.
Badan Gizi Nasional (BGN) mengklaim kasus ini hanya memengaruhi 0,005% dari 3 juta penerima manfaat, sesuai pernyataan Prabowo pada 5 Mei 2025. Namun, pernyataan ini terkesan meremehkan masalah. Banyak siswa membuang makanan karena rasa yang tidak enak. Postingan di X mencerminkan ketidakpuasan publik, dengan warganet menyebut MBG sebagai “Makan Beracun Gratis” dan meminta program ini agar berhenti.
Respon Pemerintah
BGN mulai memperketat prosedur, termasuk uji organoleptik sebelum distribusi. Selain itu, BGN berencana memberikan asuransi untuk korban keracunan dan menanggung biaya pengobatan. DPRD Tasikmalaya meminta dapur MBG Rajapolah agar tutup sementara untuk evaluasi. Prabowo memerintahkan “zero accident” dalam program ini, dengan target tidak ada lagi kasus serupa.
Di sisi lain, target pemerintah untuk menjangkau 6 juta penerima pada Juni 2025 tetap berjalan, dengan penambahan 219 dapur baru. Namun, banyak pihak menilai langkah ini terlalu ambisius tanpa perbaikan sistem yang mendasar. Misalnya, di Sumba Timur, makanan MBG terpaksa disimpan di ruang guru karena minimnya fasilitas penyimpanan, yang memperparah risiko kontaminasi.
Efektivitas MBG Dipertanyakan
MBG bertujuan mengatasi stunting, tetapi kasus keracunan berulang menunjukkan kegagalan sistemik, terutama dalam pengawasan dan distribusi. ICW menyoroti potensi korupsi dalam program ini, dengan anggaran yang mencapai Rp71 triliun. Realitas di lapangan juga jauh dari harapan. Di Sukoharjo, makanan MBG hanya berupa telur rebus dan pisang, jauh dari standar gizi yang sesuai program. Tanpa evaluasi menyeluruh, MBG berisiko menjadi program yang lebih membahayakan daripada memberi manfaat. Pemerintah perlu melibatkan masyarakat dan ahli gizi untuk memastikan kualitas makanan sesuai standar, bukan sekadar mengejar target jumlah penerima.
Penutup
Pemerintah perlu memperbaiki rantai distribusi dan sanitasi dapur secara menyeluruh. Pengawasan independen juga penting untuk memastikan kualitas makanan. Edukasi masyarakat tentang cara menyimpan dan mengonsumsi makanan MBG perlu diperkuat. Dengan langkah ini, harapannya program MBG dapat menjadi solusi nyata bagi gizi anak, bukan malah menjadi ancaman yang membahayakan.


Makan makan makan terussss