Nusavoxmedia.id –Pada Minggu, 22 Juni 2025, Parlemen Iran menyetujui untuk menutup Selat Hormuz. Selat ini adalah jalur pelayaran vital yang mengangkut 20 persen minyak dunia. Penutupan ini sebagai respon atas serangan Amerika ke fasilitas nuklir Iran. Meskipun keputusan akhir harus menunggu Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, ancaman ini telah memicu kekhawatiran dunia. Dengan 18 juta barel minyak dan seperlima gas alam cair (LNG) dunia melintasi selat ini setiap hari. Penutupan Selat Hormuz berpotensi melumpuhkan ekonomi global dan memicu krisis energi terburuk dalam sejarah modern.
Selat Hormuz: Jantung Energi Dunia
Selat Hormuz sebuah jalur sempit sepanjang 161 km yang menghubungkan Teluk Persia dengan Laut Arab. Dengan lebar 34 km pada titik tersempitnya, koridor pelayaran efektif 3 km di setuap arah. Selain itu, jalur ini menjadi rute utama ekspor minyak dari Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Irak, Kuwait, Qatar, dan Iran sendiri, serta 80 persen LNG global. “Selat Hormuz adalah titik kritis dunia,” kata Claude Moniquet seorang pakar keamanan global, kepada Euronews. Gangguan di sini dapat mengguncang pasar energi dalam hitungan jam.
Mayor Jenderal Esmaili Kowsari dari parlemen Iran menegaskan penutupan ini adalah pilihan strategis untuk membalas serangan AS. “Kami siap menutup selat kapan pun diperlukan,” ujar Kowsari di Press TV, yang mencerminkan sikap tegas Tehran. Ancaman untuk menutup selat ini bukan yang pertama kali, Iran kerap menggunakan Selat Hormuz sebagai alat tekanan geopolitik. Tapi kali ini dunia harus Bersiap menghadapi dampak nyata.
Krisis Ekonomi: Lonjakan Harga Minyak
Penutupan Selat Hormuz dapat memicu krisis energi secara global dan berdampak langsung pada harga minyak. JPMorgan selaku analisis ekonomi memprediksi harga minyak Brent dapat melonjak 70 persen yang mencapai US$130 per barel. Hal ini dapat memicu inflasi global dan membebani pertumbuhan ekonomi. “Harga minyak bisa naik 30–50 persen dalam semalam,” kata Jack Ablin, Chief Investment Officer Cresset Capital, kepada Reuters. Harga minyak WTI saat ini telah naik 2,5 persen menjadi US$75,66 per barel, sementara Brent mencapai US$78,83 per barel pada 22 Juni 2025.
Di Indonesia, PT Pertamina menyiapkan rute alternatif via Oman dan India untuk distribusi minyak mentah, kata Vice President Corporate Communication Fadjar Djoko Santoso, meski dampak pada pasokan minyak global tak terhindarkan. Selain itu, Pengamat energi UGM Fahmy Radhi memperingatkan lonjakan harga BBM domestik dapat membebani APBN. Premi asuransi pelayaran juga melonjak, menambah beban konsumen dunia.
Selain minyak, ancaman penutupan Selat Hormuz dapat mengganggu 20 persen perdagangan LNG global, terutama dari Qatar. Rantai pasokan barang, dari bahan baku hingga elektronik, berisiko macet, dengan premi asuransi pelayaran yang melonjak meningkatkan biaya konsumen bagi dunia.
Ketegangan Geopolitik Meningkat
Penutupan Selat Hormuz ini juga dapat terjadi karena adanya eskalasi geopolitik. Menteri Luar Negeri AS yaitu Marco Rubio mendesak China selaku pengimpor minyak terbesar dari Iran untuk membujuk Tehran agar menahan diri. “China sangat bergantung pada Selat Hormuz,” kata Rubio di Fox News. Namun, Anas Alhajji dari Outlook Advisors memperingatkan bahwa penutupan ini justru dapat merugikan sekutu Iran seperti China, yang mengimpor minyak besar-besaran melalui selat ini.
Houthi Yaman dan Hizbullah Lebanon selaku sekutu Iran, juga mengancam kapal Barat, meningkatkan risiko konflik di Laut Merah dan Mediterania. Mantan kepala MI6 Inggris, Sir Alex Younger juga menyebut penutupan selat ini sebagai “masalah ekonomi luar biasa” yang dapat memicu perang regional lebih luas.
Indonesia dan Dunia Bersiap
Indonesia, sebagai anggota Organisasi Kerja Sama Islam, konsisten mendorong dialog damai di tengah ancaman penutupan Selat Hormuz, meski belum ada pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri per 23 Juni. Pasar saham global bergejolak, dengan investor beralih ke aset aman seperti emas. Jika Iran menutup Selat Hormuz, krisis energi dapat merambat ke sektor pangan, transportasi, dan stabilitas politik.
Keputusan akhir penutupan Selat Hormuz berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, membuat dunia menanti langkah Tehran. Selat Hormuz berpotensi menjadi senjata strategis, namun ruang untuk diplomasi masih terbuka. Hanya waktu yang akan menentukan arah krisis ini.

