Raya, Balita Sukabumi yang Meninggal karena Infeksi Cacing: Tragedi dan Pelajaran Besar

Nusavoxmedia.id – Kisah Raya balita 3 tahun asal Kampung Padangenyang, Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, menjadi viral setelah video berdurasi sekitar 9 menit yang diunggah Rumah Teduh, organisasi relawan, menyebar luas dengan lebih dari 9,8 juta penonton di media sosial pada 19 Agustus, kemarin.

Dalam video itu memperlihatkan, Raya meninggal dengan kondisi tubuh dipenuhi cacing gelang (askariasis). Kasus ini memantik duka sekaligus pertanyaan dari ruang publik. bagaimana infeksi cacing bisa menjadi fatal? dan apa yang luput dari sistem kita?

Rekaman medis dan keterangan rumah sakit memberi gambaran yang lebih jelas. Raya masuk IGD RSUD R. Syamsudin, Kota Sukabumi, pada 13 Juli 2025 dalam keadaan tidak sadar. Humas RS, dr Irfan, menjelaskan tim awalnya menduga penurunan kesadaran terkait infeksi lain, hingga tiba-tiba cacing keluar dari hidung pasien yang mengarahkan kecurigaan ke askariasis. Setelah stabilisasi awal, Raya dipindahkan ke perawatan intensif anak.

“Infeksi terjadi saat telur cacing tertelan. Larva bisa menyebar lewat aliran darah ke organ, bahkan otak,” kata dr Irfan. Hasil CT scan menunjukkan adanya telur cacing di otak, sebuah komplikasi langka yang memperburuk kondisi Raya.

Ia menambahkan, sarang utama cacing ada di usus, namun cacing dapat bermigrasi ke saluran napas dan itulah sebabnya bisa keluar lewat hidung atau mulut. Raya wafat pada 22 Juli 2025.

Faktor Lingkungan dan Sosial yang Parah

Fakta di lapangan memperlihatkan faktor sosial – lingkungan yang berat. Keluarga tinggal di rumah panggung sederhana yang bagian kolong dipakai untuk ternak ayam sehingga tanah di bawah rumah rawan kontaminasi. Rumah panggung keluarga sempat hancur dan dibangun kembali oleh warga, namun alasnya dirusak untuk bahan bakar, memperburuk kontaminasi tanah.

Kondisi ekonomi dan daya asuh keluarga sangat terbatas. Raya tercatat sebagai anak Bawah Garis Merah (BGM) sejak bayi dan menerima bantuan makanan tambahan melalui posyandu, namun pola asuh buruk akibat keterbatasan mental kedua orang tua menghambat perbaikan gizi.

Selain itu, akses administrasi dan jaminan kesehatan pun bermasalah. Raya disebut belum memiliki dokumen kependudukan lengkap saat perawatan, sehingga biaya sempat menjadi kendala. Biaya perawatan sekitar Rp23 juta ditanggung jejaring relawan Rumah Teduh, dengan sebagian didiskon oleh rumah sakit. Kronologi penanganan lintas lembaga yang berbelit ikut memperlambat intervensi.

Pemerintah daerah bereaksi. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi, Agus Sanusi, menyatakan akan memberikan sanksi kepada Kepala Puskesmas Kabandungan terkait evaluasi pelayanan dan deteksi dini kasus keluarga rentan. “Kami akan menindak tegas,” ujarnya, seraya menegaskan pentingnya respons yang cepat di level posyandu dan puskesmas.

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, juga mengkritik kelalaian aparat desa, termasuk PKK dan posyandu, serta mengancam menunda dana bantuan untuk Desa Cianaga sebagai sanksi.

Kronologi Medis dan Pencegahan

Dari sisi medis, mengapa kecacingan bisa berujung kematian?
Pada anak, infeksi cacing tanah (soil-transmitted helminths) merusak gizi lewat “pencurian” nutrisi, malabsorpsi, dan kehilangan darah kronis (anemia), sehingga daya tahan tubuh anjlok. Pada beban cacing tinggi, gumpalan cacing dapat menyumbat usus (ileus) dan bermigrasi ke saluran empedu atau organ lain, memicu kondisi gawat.

Dalam kasus Raya, dokter rumah sakit juga menyinggung kemungkinan komorbid meningitis TB yang memperparah keadaan dan ini menjadi kombinasi yang amat berbahaya. Kemungkinan ini diperparah oleh riwayat kedua orang tua Raya yang menjalani pengobatan TB paru, meningkatkan risiko penularan, serta dugaan gangguan jiwa (ODGJ) yang berkontribusi pada pola asuh buruk.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengingatkan bahwa kecacingan merupakan penyakit tropis terabaikan yang bisa mematikan bila dibiarkan. Dilansir dari Sukabumi Update, anggota UKK Infeksi Tropik IDAI, dr Ayodhia Pitaloka Pasaribu, menekankan faktor kebersihan, sanitasi, dan praktik cuci tangan sebagai benteng pertama. Ia menambahkan, bila satu anggota keluarga terinfeksi, semua anggota serumah sebaiknya diobati dan lingkungan rumah dibersihkan menyeluruh. IDAI juga merekomendasikan pengobatan massal untuk seluruh anggota keluarga guna mencegah penularan ulang.“Kecacingan yang dibiarkan bisa menyebabkan kematian,” tegasnya.

Dimensi pencegahan tak kalah penting. WHO sejak lama merekomendasikan deworming (pemberian obat cacing pencegahan) berkala pada anak di daerah endemis untuk menurunkan beban penyakit. Berdasarkan data Kemenkes, prevalensi kecacingan di Indonesia bervariasi, dengan 66 kabupaten memiliki prevalensi di bawah 5% dan 26 kabupaten di atas 10%, menunjukkan endemisitas di beberapa wilayah.

Di Indonesia, program Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) rutin dijalankan di daerah dengan contoh jadwal dan dosis tunggal albendazole yang disesuaikan usia melalui posyandu/sekolah. POPM telah menjangkau 36,97 juta anak pada 2021 dengan albendazole sebagai obat standar. Jadi, prinsip dasarnya adalah pencegahan terjadwal, sanitasi dasar, air bersih, alas kaki, dan edukasi cuci tangan.

Pelajaran dari Kejadian ini

Pelajaran dari kasus Raya terasa tegas. Pertama, deteksi dini di lini terdepan (kader posyandu, bidan desa, puskesmas) harus aktif menyisir keluarga rentan, bukan hanya menunggu pasien datang. Meskipun Raya menerima bantuan makanan tambahan melalui posyandu, intervensi ini gagal karena pola asuh buruk akibat keterbatasan keluarga.
Kedua, hambatan administrasi tak boleh mengorbankan waktu emas pertolongan. Hambatan ini sering kita temukan dengan alasan harus sesuai prosedur. Harusnya sistem rujukan dan pembiayaan bagi anak tanpa dokumen mesti punya jalur darurat.
Ketiga, kesehatan lingkungan adalah isu yang terkait hidup-mati. Jadi, harus ada kesadaran untuk membersihkan lantai rumah, kandang ternak terpisah, dan air layak pakai. Itu semua bukanlah kemewahan, melainkan prasyarat mencegah infeksi.
Dan terakhir, edukasi masyarakat. Harus ada edukasi yang meyatakan bahwa cacingan bukan “penyakit kecil” dan ini perlu diulas seterang mungkin.

Tragedi ini adalah kehilangan yang tak bisa ditebus. Namun, bila sistem benar-benar belajar, ada nyawa lain yang bisa kita selamatkan. melalui pencegahan yang disiplin, layanan dasar yang hadir tepat waktu, dan keberpihakan pada anak-anak dari keluarga paling rapuh. Raya sudah pergi dan ini seharusnya menjadi pelajaran bagi buruknya sistem kita. Semoga kejadian ini bisa jadi pengingat bahwa kesehatan anak bukan sekadar urusan klinis, tetapi cermin keberadaban kita bersama.

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kunjungi Media Sosial Kami

440PengikutMengikuti
2,430PelangganBerlangganan

Latest Articles