Nusavoxmedia.id – Penjaga keamanan adat atau Pecalang yang telah menjaga ketertiban sejak lama di Pulau Dewata, kini menjadi sorotan. Kehadiran Ormas Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya di Bali mendapat penolakan keras dari masyarakat Bali. Video pelantikan anggota GRIB Jaya yang viral di media sosial menjadi pemicunya, dengan Yosef Nahak dilantik sebagai Ketua DPD GRIB Jaya Bali pada 1 Mei 2025. Namun, Pecalang menegaskan bahwa Bali tidak membutuhkan organisasi masyarakat (ormas) dari luar, karena sistem keamanan adat mereka sudah berjalan baik selama berabad-abad.
Pecalang: Petugas keamanan Adat di Bali
Pecalang berbeda dengan petugas keamanan biasa. Dengan jumlah Pecalang lebih dari 20.000 personel yang tersebar di 1.500 desa adat dan mereka adalah bagian dari sistem adat Bali yang telah ada dan diwariskan secara turun-temurun. Pecalang memiliki peran penting dalam menjaga estetika budaya, harmoni sosial, dan ketertiban masyarakat Bali.
Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 yang mengatur tentang Desa Adat, Pecalang punya pijakan hukum yang kuat. Dalam Pasal 11 ayat (1) huruf h, desa adat punya kewenangan untuk menyelenggarakan ketertiban masyarakat melalui satuan pengamanan adat ini. Made Mudra, Ketua Pecalang Bali, pada Senin (5/5/2025) menyatakan “Kami bukan penjaga biasa. Kami menjaga Bali dengan nilai-nilai adat dan tradisi,” katanya.
Pecalang memiliki peran penting dalam menjaga keamanan, terutama saat perayaan adat seperti Hari Raya Nyepi. Pada Hari Raya Nyepi 2025 kemarin, pecalang memantau situasi di Jalan Tol Bali Mandara untuk memastikan keheningan tetap terjaga. Selain itu, Pecalang juga menunjukkan toleransi dengan menjaga Salat Idul Fitri di Lapangan Lumintang, Denpasar, pada 31 Maret 2025, serta Salat Tarawih di Masjid At-Taqwa Polda Bali selama Ramadan kemarin.
Penolakan terhadap GRIB Jaya: Ancaman dan Gesekan Sosial
Kehadiran GRIB Jaya di Bali, ormas yang dipimpin oleh Rosario de Marshall (Hercules) dengan pelantikan pengurus DPD Bali pada 1 Mei 2025 langsung mendapat reaksi keras. Dalam video pelantikan yang viral di media sosial menunjukkan ekspansi ormas ini, termasuk pembentukan DPC di Tabanan. Namun, langkah ini justru memicu ketidaknyamanan di kalangan warga Bali.
Pecalang menilai langkah ini justru berpotensi mengganggu tatanan masyarakat Bali. “Kami tidak butuh ormas dari luar. Sistem keamanan adat kami sudah berjalan baik,” tegas perwakilan Pecalang, menurut media, Radar Kediri.
Gubernur Bali, Wayan Koster, bahkan memperkuat penolakan ini dengan menyatakan bahwa Bali tidak boleh menjadi “ajang eksperimen” ormas luar. Melalui kebijakan yang visioner, Koster memberi legitimasi lebih kuat kepada Pecalang sebagai garda depan keamanan berbasis budaya.
Kontroversi GRIB Jaya: Antara Komitmen dan Kecurigaan
Di sisi lain, Ketua DPD GRIB Bali yaitu Yosef Nahak, berupaya meredam situasi. Pada 5 Mei 2025, Ia menyatakan bahwa GRIB Jaya berkomitmen membantu menjaga keamanan Bali tanpa konflik dengan pihak mana pun. “Kami menghormati struktur adat dan mencintai Tanah Air,” ujarnya.
Namun, pernyataan ini tidak serta merta diterima. Kontroversi makin memanas karena atribut Partai Gerindra muncul dalam pelantikan GRIB Jaya, meskipun DPD Gerindra Bali menegaskan tidak ada hubungan resmi. Simak kontroversi GRIB Jaya lebih lanjut di sini. Selain itu, kekhawatiran akan terjadinya gesekan sosial terus menarik perhatian. Made Mudra mengingatkan bahwa Bali tidak ingin keamanannya “disusupi kepentingan luar.”
Peran Pecalang dan Dukungan Pemerintah
Peran Pecalang sebagai simbol toleransi dan keamanan Bali tetap berperan penting. Selain menjaga pada saat Nyepi, mereka juga aktif dalam acara lintas agama. Pada Gelar Agung Pecalang Bali tahun 2025, Konsul Jenderal China di Denpasar, Zhang Zhisheng, mengapresiasi dedikasi Pecalang dalam menjaga keamanan wisatawan, termasuk dari China. Namun, Pecalang juga menghadapi tantangan, seperti kasus pemukulan terhadap anggota mereka di Pura Besakih pada April 2025, di mana tiga pelaku akhirnya ditahan.
Di sisi lain, pemerintah Provinsi Bali tidak tinggal diam. Selain memperkuat legitimasi Pecalang melalui Perda, Pemprov Bali juga tengah menyusun rencana pemberian insentif bagi Pecalang. Langkah ini menjadi bentuk kepedulian terhadap mereka yang telah menjaga Bali dengan penuh dedikasi. “Pecalang adalah simbol adat, agama, tradisi, seni, dan budaya Bali,” ungkap Giri Prasta selaku Wakil Gubernur Provinsi Bali.
Warisan Adat sebagai Benteng Budaya Bali
Dinamika kehadiran ormas asing seperti GRIB Jaya menunjukkan betapa kuatnya sistem adat Bali dalam menjaga identitas dan keamanan Pulau Dewata. Dengan dukungan pemerintah dan masyarakat, Pecalang terus berupaya menjaga harmoni Pulau Dewata di tengah tantangan zaman. Pecalang juga menjadi garda terdepan dan terus berupaya melindungi tradisi sekaligus memberikan penjagaan dan keamanan sosial.
Selain itu, ke depannya kolaborasi yang lebih erat antara Pecalang, pemerintah, dan masyarakat akan sangat penting untuk memastikan Bali tetap menjadi pulau yang damai dan berbudaya. Harapannya Pemprov Bali terus mendukung eksistensi Pecalang dengan anggaran dan regulasi yang lebih kuat, agar mereka tetap menjadi penjaga kearifan lokal di tengah tantangan modern.