Nusavoxmedia.id – Pernyataan Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid bahwa esports bukan olahraga karena tidak melibatkan aktivitas fisik memicu kontroversi. Dalam kunjungannya ke Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Purwakarta, pada 14 Mei 2025 kemarin, Meutya menegaskan bahwa esports, meskipun populer, tidak memenuhi kriteria cabang olahraga (cabor) resmi. “Esports tidak bikin keluar keringat, jadi belum bisa disebut olahraga,” ujarnya. Namun, pernyataan ini menuai protes keras dari netizen dan komunitas esports, yang membandingkannya dengan catur, sebuah cabor resmi yang juga minim aktivitas fisik.
Pernyataan Meutya: Esports Bukan Olahraga
Meutya saat berkunjung ke Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Purwakarta, pada 14 Mei 2025 kemarin, memberikan pernyataan yang kontroversi. Ia menyampaikan pandangannya di sela acara bersama Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, bahwa Esport bukanlah olahraga. Menurutnya, olahraga harus melibatkan aktivitas fisik yang memicu keringat, sebuah kriteria yang menurutnya tidak dipenuhi oleh esports. “Kami di Komdigi mendukung perkembangan esports, tetapi secara definisi, olahraga itu harus ada keringat,” ujar Meutya. Ia juga menyatakan bahwa esports lebih cocok masuk dalam kategori industri digital yang strategis, sejalan dengan peran Komdigi dalam mendorong transformasi digital.
Pernyataannya itu sangat kontras, mengingat esports sudah mendapat pengakuan resmi sebagai cabor dalam berbagai ajang internasional. Bahkan PON, Asian Games, dan Sea Games telah menjadikan esports sebagai cabor resmi. Selain itu, Komite Olimpiade Internasional (IOC) menggelar Olimpiade Esports pada tahun 2024, sebelum Olimpiade utama terjadi. Pengurus Besar Esports Indonesia (PBESI) juga telah menjadi badan olahraga resmi di bawah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) serta Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), dengan dukungan Komdigi sejak berdiri.
Reaksi Publik: Netizen Bandingkan Esports dengan Catur
Pernyataan Meutya langsung memicu gelombang protes di media sosial, khususnya di platform X. Banyak netizen menilai pandangan Menkomdigi tidak relevan dengan perkembangan esports global. “Kalau esports bukan olahraga karena nggak berkeringat, catur juga bukan dong? Tapi kenapa catur masuk dalam cabor?” tulis salah satu netizen di X.
Netizen juga menekankan bahwa esports menuntut strategi, kerja tim, dan ketahanan mental, mirip dengan catur yang diakui sebagai cabor resmi. “Esports itu olahraga otak, sama seperti catur. Meutya harus lihat MPL ID atau pelatnas SEA Games.
Data dari PBESI menunjukkan bahwa atlet esports menjalani pelatihan fisik, mental, dan strategis selama tujuh bulan untuk SEA Games 2025 di Thailand, dengan 24 atlet terpilih, termasuk Aldhia Fahmi Aranda (Mobile Legends) dan Yehezkiel Wiseman (Free Fire).
Esports di Indonesia: Cabor Resmi dengan Segudang Prestasi
Esports di Indonesia telah berkembang pesat sejak pertengahan 2010-an, menjadi salah satu cabor paling masyarakat minati khususnya gen Z. PBESI, yang juga telah dapat pengakuan dari Kemenpora dan KONI, telah mengelola turnamen nasional seperti MPL ID S15, yang pekan kedelapan telah terlaksana 16 Mei 2025 kemarin di XO Hall, Jakarta. Tim nasional esports Indonesia juga mempersiapkan diri untuk SEA Games 2025, dengan pelatihan intensif di bawah arahan Ketua Badan Timnas Esports, Brigjen Pol. Wishnu Buddhaya. “Tim kami dalam kondisi optimal, siap raih emas,” ujar Wishnu, melansir dari Antara, 12 Mei 2025.
Selain prestasi kompetitif, esports juga berkontribusi pada pendidikan. Program MLBB Teacher Ambassador, diluncurkan pada Mei 2025 ini yang mengintegrasikan Mobile Legends: Bang Bang ke dalam pembelajaran untuk mengasah komunikasi, kerja tim, dan strategi siswa. “Esports bukan sekadar permainan, tetapi alat pengembangan soft skills,” kata Richard Permana, pelatih timnas esports.
Meredam Polemik, Menuju Sinergi
Polemik ini menggambarkan tantangan untuk mendefinisikan ulang esports di era digital. Di satu sisi, netizen menuntut pengakuan esports sebagai olahraga. Di sisi lain, Meutya menawarkan perspektif bahwa nilai esports tidak terbatas pada label cabor, tetapi juga sebagai katalis inovasi digital. Dengan pelatnas SEA Games 2025 yang sedang berlangsung dan prestasi atlet seperti Favian Bayu Putra di MPL ID, esports Indonesia terus membuktikan relevansinya.
Kini, saatnya publik dan pemangku kebijakan seperti Komdigi serta PBESI duduk bersama, merangkul potensi esports tanpa terjebak dalam debat definisi. Seperti “api” Budi Utomo yang Meutya sebut dalam Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei kemarin, esports adalah “akar kokoh” yang menopang masa depan digital Indonesia. Mari dukung atlet kita menuju emas SEA Games, sambil membangun ekosistem esports yang inklusif dan inovatif.

