Tom Lembong Dituntut 7 Tahun Penjara di Kasus Impor Gula

Nusavoxmedia.id – Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong menghadapi tuntutan hukuman 7 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi impor gula pada 2015-2016. Sidang pembacaan tuntutan berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Jumat, 4 Juli 2025 kemarin. Selain penjara, jaksa menuntut denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan. Namun, di tengah proses hukum, Tom Lembong mendapat banyak dukungan publik.

Kasus Impor Gula Menjerat Tom Lembong

Tom Lembong, yang menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016, didakwa melakukan korupsi. Hal ini terkait penerbitan 21 surat persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) tanpa koordinasi antarkementerian dan rekomendasi Kementerian Perindustrian. Menurut jaksa, kebijakan ini merugikan negara sebesar Rp578,1 miliar dan memperkaya 10 perusahaan swasta hingga Rp515,4 miliar.

Jaksa menyebut Tom Lembong memberikan izin impor kepada perusahaan yang tidak berhak mengolah GKM menjadi gula kristal putih (GKP), karena perusahaan tersebut bergerak di bidang gula rafinasi. Selain itu, ia tidak menunjuk BUMN untuk mengendalikan harga gula, melainkan koperasi TNI-Polri seperti Induk Koperasi Kartika dan Puskopol. Kebijakan ini dilakukan saat Indonesia mengalami surplus gula, sehingga impor dianggap tidak perlu.

Tom didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukuman maksimal adalah penjara seumur hidup.

Tuntutan Jaksa: 7 Tahun Penjara dan Denda

Dalam sidang, jaksa menuntut Tom Lembong dengan hukuman 7 tahun penjara, dikurangi masa tahanan sementara, dan denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan. Pertimbangan memberatkan adalah sikap Tom yang dianggap tidak mendukung pemberantasan korupsi dan tidak menyesali perbuatannya. Namun, jaksa mencatat bahwa Tom belum pernah dihukum sebagai faktor meringankan.

Jaksa tidak menuntut Tom untuk membayar uang pengganti karena ia dinilai tidak menerima keuntungan langsung dari korupsi. Sebaliknya, uang pengganti akan dibebankan kepada pihak swasta yang diuntungkan.

Reaksi Tom Lembong

Tom Lembong mengecam tuntutan jaksa, menyebutnya mengabaikan fakta persidangan. “Saya terheran-heran dan kecewa. Tuntutan ini seolah copy-paste dari dakwaan, mengabaikan 20 kali sidang dan puluhan saksi,” ujarnya di Pengadilan Tipikor, Jumat, 4 Juli 2025. Ia menegaskan bahwa ia kooperatif selama proses hukum, bahkan menghadiri pemeriksaan tanpa pengacara.

Tom juga menyatakan bahwa ia tidak menemukan kesalahan dalam kebijakannya. Ia telah mempelajari berulang kali data, fakta, dan audit BPKP, namun tidak menemukan bukti kerugian negara yang jelas. “Saya belum bisa menemukan siapa yang saya rugikan atau berapa kerugiannya,” katanya.

Mengapa Banyak yang Membela Tom Lembong?

Kegaduhan kasus ini tidak hanya terjadi di ruang sidang. Di media sosial, banyak pihak membela Tom Lembong, memicu sentimen bahwa kasus ini bermotif politik. Beberapa alasan yang mendasari dukungan tersebut adalah:

Reputasi dan Latar Belakang Tom
Tom Lembong dikenal sebagai ekonom berprestasi dengan pendidikan di Harvard University dan pengalaman di Morgan Stanley serta Deutsche Securities. Ia juga pernah menjadi penasihat ekonomi Presiden Joko Widodo dan Ketua Dewan PT Jaya Ancol. Reputasinya sebagai profesional membuat banyak pihak mempertanyakan tuduhan korupsi.

Dugaan Kriminalisasi Politik
Sebagai pendukung Anies Baswedan di Pilpres 2024, Tom Lembong menjadi sorotan setelah dituding oleh Gibran Rakabuming Raka dalam debat cawapres. Banyak yang menduga penetapan tersangka pada 29 Oktober 2024 merupakan kriminalisasi karena sikap politiknya. Mahfud Md selaku mantan Menko Polhukam, mengakui adanya persepsi kriminalisasi, meskipun ia menyebut kasus ini memenuhi unsur korupsi.

Proses Hukum dan Dukungan Publik
Center for Leadership and Law Development Studies (CLDS) FH UII menilai penetapan tersangka Tom melanggar KUHAP karena ia tidak diberi kesempatan memilih penasihat hukum saat pemeriksaan. Putusan hakim praperadilan yang menolak gugatan Tom juga dianggap keliru. Selain itu, beberapa saksi dalam persidangan disebut mematahkan dakwaan jaksa, memperkuat persepsi bahwa tuntutan tidak berdasar.

Postingan di X dan banyak tagar dukungan menunjukkan gelombang dukungan untuk Tom. Seorang pengguna menyebutkan bahwa fakta persidangan tidak membuktikan tuduhan, menilai hakim yang memvonis bersalah sebagai “maling” atau terpengaruh tekanan. Pengguna lain mempertanyakan mengapa BUMN tidak dihukum, sementara Tom ditargetkan. Sentimen ini mencerminkan ketidakpercayaan terhadap proses hukum.

Terakhir, meski jaksa yakin Tom Lembong bersalah, kasus ini memicu debat. Mahfud Md menyatakan bahwa meskipun Tom tidak menerima dana korupsi, unsur memperkaya pihak lain dan melanggar hukum terpenuhi. Namun, banyak pihak menilai kebijakan impor gula merupakan kelanjutan dari era sebelumnya, yang tidak dihukum. Tom sendiri menyebut kebijakannya bertujuan menjaga stabilitas harga, bukan untuk keuntungan pribadi.

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kunjungi Media Sosial Kami

440PengikutMengikuti
2,430PelangganBerlangganan

Latest Articles