Nusavoxmedia.id – Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, secara resmi memulai pembangunan ekosistem industri baterai kendaraan listrik (EV) terintegrasi terbesar di Asia Tenggara pada Minggu kemarin (29/6/2025) di Artha Industrial Hills (AIH), Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Proyek strategis nasional (PSN) senilai USD5,9 miliar atau setara Rp96,04 triliun. Hal ini menandai langkah besar Indonesia dalam mendorong hilirisasi sumber daya alam dan transisi menuju energi ramah lingkungan.
Komitmen Hilirisasi dan Energi Hijau
Dalam sambutannya, Prabowo menegaskan bahwa proyek ini merupakan wujud nyata cita-cita hilirisasi yang telah digaungkan sejak era Presiden Soekarno.
“Hilirisasi bukan hal baru, tetapi amanat panjang sejarah Indonesia. Dari Bung Karno hingga presiden-presiden berikutnya, kita terus berupaya mewujudkannya,” ujar Prabowo. Ia menambahkan bahwa proyek ini menjadi bukti keseriusan Indonesia dalam membangun industri energi berkelanjutan.
Proyek yang dioperasikan oleh konsorsium PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM), Indonesia Battery Corporation (IBC), dan Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd. (CBL) ini mencakup enam usaha patungan (joint venture) dari hulu hingga hilir. Mulai dari pertambangan nikel, smelter berteknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) dan High Pressure Acid Leaching (HPAL), hingga produksi sel baterai dan daur ulang, proyek ini dirancang untuk memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global kendaraan listrik.
Investasi Jumbo dan Dampak Ekonomi
Dengan total investasi sebesar USD5,9 Miliar, proyek ini diproyeksikan menghasilkan kapasitas hingga 15 GWh pada 2028. Hal ini menjadikannya yang terbesar di Asia Tenggara. Berlokasi di Karawang dan Halmahera Timur, Maluku Utara, proyek ini mencakup area seluas 3.023 hektare. Proyek ini mampu menyerap 8.000 tenaga kerja langsung serta 35.000 tenaga kerja tidak langsung. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa hilirisasi harus berkeadilan, melibatkan masyarakat dan pengusaha daerah agar menjadi “tuan di negerinya sendiri.”
Menteri BUMN Erick Thohir juga menyoroti kolaborasi strategis dengan konsorsium Tiongkok, CATL, Brunp, dan Lygend, yang membawa teknologi mutakhir untuk mengolah nikel, kobalt, dan mangan menjadi produk bernilai tinggi. “Proyek ini tidak hanya meningkatkan daya saing nasional, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi lokal secara inklusif,” ujar Erick.
Langkah Menuju Swasembada Energi
Prabowo optimistis bahwa proyek ini menjadi fondasi penting menuju swasembada energi dalam 5–7 tahun ke depan.
“Saya diberitahu para pakar, Indonesia bisa swasembada energi. Paling lambat enam tahun lagi, kita wujudkan itu,” katanya. Ia menekankan peran teknologi energi surya dan industri baterai nasional sebagai kunci utama. Proyek ini juga menggunakan kombinasi energi ramah lingkungan, seperti tenaga surya 172 MWp dan waste heat recovery 30 MW, untuk mendukung operasionalnya.
Kerja sama dengan Tiongkok, melalui CATL sebagai produsen baterai terbesar di dunia, menjadi sorotan. “Kami bermitra dengan kawan-kawan dari Tiongkok untuk proyek kolosal ini. Ini terobosan luar biasa,” ujar Prabowo, menegaskan pentingnya kolaborasi global dalam mewujudkan visi energi hijau.
Penutup
Meski mendapat sambutan positif, proyek ini menghadapi tantangan, termasuk memastikan keterlibatan masyarakat lokal dan keberlanjutan lingkungan. Bahlil menegaskan bahwa hilirisasi harus inklusif, menghindari dominasi pengusaha Jakarta di daerah. Selain itu, dengan target produksi sel baterai fase pertama pada 2026 dan fase kedua pada 2028. Pemerintah perlu memastikan kelancaran rantai pasok dan stabilitas investasi.
Proyek ini menempatkan Indonesia sebagai pusat industri baterai EV global, sekaligus mempercepat transisi energi hijau. Dengan dukungan teknologi dan investasi, Indonesia siap bersaing di pasar kendaraan listrik dunia, mewujudkan visi kemandirian energi dan kesejahteraan rakyat.

