Polemik Pernyataan Menkes soal Celana Jeans: Edukasi atau Body Shaming?

Nusavoxmedia.id – Pernyataan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin tentang ukuran celana jeans sebagai indikator obesitas memicu polemik di tengah masyarakat. Dalam acara peluncuran Pasukan Putih Jakarta pada Rabu (14/5/2025), Budi menyebut pria dengan ukuran celana jeans di atas 32-33 berisiko lebih cepat “menghadap Allah” karena obesitas. Alih-alih diterima sebagai edukasi, pernyataan ini justru menuai kritik tajam, bahkan dianggap sebagai bentuk body shaming.

Pernyataan Menkes yang Mengundang Kontroversi

Budi Gunadi Sadikin awalnya bermaksud mengedukasi masyarakat tentang bahaya obesitas sentral, khususnya pada pria. Ia menjelaskan bahwa lingkar pinggang di atas 90 cm, yang sering tercermin dari ukuran celana jeans 33-34, menjadi tanda awal obesitas. “Pokoknya laki-laki kalau beli celana jeans masih di atas 32-33. Ukurannya berapa celana jeans? 34-33. Sudah pasti obesitas. Itu menghadap Allahnya lebih cepat dibandingkan yang celana jeansnya 32,” ujar Budi di Jakarta, Rabu lalu.

Menkes menegaskan bahwa pernyataannya bukan body shaming, melainkan cara sederhana untuk mengingatkan masyarakat akan risiko penyakit kronis seperti diabetes, stroke, dan jantung. Ia juga menyarankan pola hidup sehat, seperti olahraga 30 menit lima kali seminggu, mengatur asupan makanan, dan mengelola stres. Namun, gaya penyampaiannya yang dianggap kurang sensitif memicu reaksi beragam.

Kritik Tajam dari Berbagai Pihak

Pernyataan Budi langsung menuai kritik keras, salah satunya dari kader PKB, Umar Hasibuan. Melalui akun X pribadinya, Umar menyebut pernyataan Menkes “seperti orang kentut” dan menganggapnya sebagai bentuk body shaming. “Celana jeans saya nomor 38. Coba sampaikan ini di muka Pak Prabowo langsung? Berani nggak? Elu itu Menkes paling ngawur dalam sejarah,” tulis Umar pada Rabu malam (14/5/2025).

Umar bahkan menyinggung bahwa pernyataan tersebut bisa dianggap sebagai body shaming terhadap Presiden Prabowo Subianto. “Dan elu body shaming ke Presiden Prabowo,” tambahnya. Pengacara Hotman Paris Hutapea juga ikut menanggapi dengan sindiran khasnya melalui Instagram. “Tega banget kau!” tulis Hotman, disertai tangkapan layar berita terkait pernyataan Menkes, yang langsung ramai dikomentari warganet.

Sebaliknya, beberapa pihak membela Budi. Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDIP, Ribka Tjiptaning, menyatakan bahwa pernyataan Menkes tidak perlu dibesar-besarkan. “Tak perlu baper, ini demi kesehatan. Menkes hanya ingin mengedukasi masyarakat tentang risiko obesitas,” ujar Ribka kepada wartawan, Kamis (15/5/2025). Dokter konsultan metabolik juga mendukung, menjelaskan bahwa lingkar pinggang memang berkorelasi dengan risiko penyakit kronis, meskipun penyampaiannya perlu lebih hati-hati.

Celana Jeans dan Risiko Kesehatan: Apa Kata Pakar?

Pakar kesehatan setuju bahwa obesitas sentral, yang tandanya adalah lingkar pinggang berlebih, memang berbahaya. Lemak perut dapat menyelimuti organ vital seperti hati dan pankreas, meningkatkan risiko diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular. Selain itu, pakar memperingatkan bahwa celana jeans ketat dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti sindrom tight pants syndrome, infeksi jamur, ruam kulit, hingga gangguan kesuburan pada pria karena panas berlebih di area testis.

Namun, pakar menilai pendekatan edukasi harus lebih inklusif. Mengukur obesitas hanya dari ukuran celana jeans dianggap terlalu simplistik, karena faktor genetik, gaya hidup dan distribusi lemak tubuh juga perlu perhatian.

Klarifikasi Menkes

Menanggapi polemik ini, Budi Gunadi Sadikin memberikan klarifikasi pada Kamis (15/5/2025). Ia menegaskan bahwa maksudnya adalah mengedukasi masyarakat tentang pentingnya indeks massa tubuh (BMI) ideal untuk mencegah penyakit. “Saya bukan bermaksud body shaming, tetapi ingin masyarakat lebih sadar akan risiko kesehatan,” tegasnya.

Namun, kontroversi ini menunjukkan tantangan komunikasi publik di bidang kesehatan. Budi, yang bukan berlatar belakang dokter, kerap mendapat sorotan atas gaya penyampaiannya. Sebelumnya, Ia juga menuai kritik saat mengusulkan dokter umum di daerah 3T melakukan operasi caesar, yang dianggap berisiko oleh IDAI dan POGI.

Penutup

Polemik ini mengingatkan bahwa saat mengedukasi tentang kesehatan harus menyampaikan pesan dengan sensitivitas tinggi. Meskipun Menkes berupaya meningkatkan kesadaran tentang obesitas dengan niat baik, penyampaian yang kurang tepat dapat memicu salah paham. Kedepannya, Kementerian Kesehatan harus merancang strategi komunikasi yang lebih inklusif, agar masyarakat dapat menerima pesan kesehatan tanpa memicu kontroversi.

Related Articles

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Kunjungi Media Sosial Kami

440PengikutMengikuti
2,430PelangganBerlangganan

Latest Articles