Nusavoxmedia.id –Los Angeles, atau kota malaikat ini berubah menjadi arena kekacauan pada Minggu, 8 Juni 2025, ketika demonstrasi imigran memicu kerusuhan besar. Berawal dari operasi Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) yang menahan 118 imigran, ribuan pengunjuk rasa membanjiri jalanan, membakar mobil, dan bentrok dengan polisi serta Garda Nasional. Presiden Donald Trump, tanpa persetujuan Gubernur Gavin Newsom, mengerahkan 2.000 personel Garda Nasional, memanaskan situasi.
Kronologi Kerusuhan dari Operasi ICE
Kerusuhan pertama kali terjadi pada Jumat, 6 Juni 2025, saat ICE (U.S. Immigration and Customs Enforcement) melakukan penggerebekan di Fashion District. Mereka menahan 118 imigran, termasuk 5 orang dengan catatan kriminal. Operasi ini menargetkan bisnis yang diduga menggunakan dokumen fiktif. Massa pendukung hak imigran memprotes di luar toko Home Depot dan toko donat sekaligus memblokir petugas federal. Malam itu, demonstrasi di pusat kota Los Angeles makin memanas, dengan pengunjuk rasa mengepung Gedung Federal untuk menuntut pembebasan tahanan.
Bentrokan pun pecah di Paramount dan Compton, dengan massa membakar kendaraan dan menghalangi bus federal. Polisi menembakkan gas air mata dan granat kejut untuk membubarkan kerumunan. Pada Sabtu malam, Trump mengaktifkan kewenangan “Title 10,” mengerahkan 2.000 Garda Nasional tanpa restu Newsom, langkah yang belum pernah terjadi dalam dekade terakhir.
Penyebab dan Pemicu Kerusuhan
Kerusuhan yang terjadi di Los Angeles karena adanya ketegangan sosial dan kebijakan imigrasi yang kontroversial. Operasi ICE memicu kemarahan komunitas imigran karena terjadi di lokasi publik. Kebijakan deportasi keras Trump, yang dijanjikan sejak pelantikannya pada Januari 2025 kemarin, meningkatkan ketakutan dan ketegangan. Ketimpangan sosial di Los Angeles, dengan populasi imigran besar, memicu solidaritas. Eskalasi (peningkatan) kekerasan terjadi setelah polisi gunakan gas air mata, memanaskan situasi.
Persepsi ketidakadilan menjadi penyebab utama. Pendukung imigran menuduh ICE bertindak sewenang-wenang, sementara Trump menyebut demonstran sebagai “massa kekerasan.” Pengerahan Garda Nasional tanpa koordinasi dengan Newsom dianggap melanggar otonomi, memicu eskalasi lebih lanjut.
Dampak Kerusuhan: Luka Kota dan Polarisasi Nasional
Kerusuhan yang terjadi pada Jumat kemarin mengguncang kota dan memicu gelombang kontroversi. Pertama, kehancuran fisik melumpuhkan Paramount dan Compton. Massa membakar puluhan mobil dan merusak toko, meninggalkan kerugian ekonomi yang mungkin hampir mencapai jutaan dolar, meski angka resmi belum pasti. Kedua, dampak sosial terasa berat yaitu lebih dari 100 pengunjuk rasa ditahan, dengan luka-luka pada massa di kalangan demonstran dan polisi, meski tidak ada korban jiwa resmi.
Krisis ini juga memicu gejolak politik. Gubernur Gavin Newsom mengecam Trump atas “tindakan otoriter,” sementara Menteri Pertahanan Pete Hegseth mengancam mengerahkan marinir. Senator Bernie Sanders memperingatkan langkah Trump menuju otoritarianisme, sedangkan Ketua DPR Mike Johnson membela presiden, menuding Newsom gagal mengendalikan chaos. Di ranah publik, polarisasi kian tajam. Tagar #LAProtests mendominasi X, dengan pendukung Trump memuji tindakan tegas dan kritikus menuduhnya memicu kekerasan. Komunitas imigran menyerukan reformasi, sementara warga Los Angeles menghadapi trauma.
Langkah dari Trump
Keputusan Trump memanaskan debat nasional. Newsom menyebut langkah ini “memancing kekacauan” untuk membenarkan tindakan keras. Johnson membela Trump, menuding Newsom lemah. Kritik internasional muncul, dengan media global menyoroti ketegangan demokrasi di AS. Sheriff LA County Robert Luna menegaskan hak protes damai, tetapi menolak kekerasan. Komunitas imigran menyerukan reformasi imigrasi yang lebih manusiawi, menyoroti dampak deportasi pada keluarga.
Los Angeles di Persimpangan
Kerusuhan Los Angeles kali ini mencerminkan ketegangan sosial, politik, dan kebijakan imigrasi di Amerika Serikat yang telah memuncak. Operasi ICE menjadi pemicu utama, tetapi akar masalahnya terletak pada polarisasi yang mendalam, ketidakpercayaan terhadap institusi, dan kesenjangan sosial-ekonomi yang terus melebar. Sidang tahanan yang sedang berlangsung menambah ketegangan, dengan komunitas imigran dan pendukungnya menuntut keadilan, sementara otoritas berupaya menegakkan hukum di tengah protes. Situasi ini menunjukkan perlunya dialog yang konstruktif untuk menjembatani perpecahan dan mencari solusi yang manusiawi.
Semoga Los Angeles segera pulih dari luka ini, dan kebijakan ke depan dapat membawa harmoni bagi pemerintah dan komunitas imigran. Seperti yang pernah dikatakan oleh Martin Luther King Jr., “Kita harus belajar untuk hidup bersama sebagai saudara, atau kita akan binasa bersama sebagai orang bodoh.” Mari bersama berupaya membangun masa depan yang lebih inklusif dan damai.

