Nusavoxmedia.id – Keresahan melanda pelaku usaha kafe dan restoran setelah muncul tuntutan hukum terhadap jaringan Mie Gacoan yang diduga memutar lagu tanpa membayar royalti. Kasus tersebut memicu kekhawatiran akan ancaman serupa, hingga sejumlah pelaku usaha memilih tak lagi memutar lagu di tempat mereka beroperasi.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon merespons fenomena ini dan mengatakan pemerintah sedang mencari jalan tengah. “Nanti kita benahi supaya ada jalan keluar yang win-win solution karena memang ada kesalahpahaman, ketakutan semacam itu,” ujarnya saat ditemui di Depok, Minggu (3/8/2025).
Ia menilai persoalan ini tak bisa hanya dibebankan pada satu kementerian. Oleh karena itu, ia mendorong koordinasi lintas instansi, termasuk dengan Kementerian Hukum yang memiliki kewenangan soal hak cipta.
Sejumlah pelaku usaha memang memilih langkah aman. Di beberapa wilayah seperti Tebet, Jakarta Selatan, kafe dan restoran mulai menghindari lagu Indonesia. Sebagian mengganti dengan musik instrumental atau lagu barat, bahkan ada yang sama sekali tidak memutar musik.
Pemicunya adalah pelaporan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Sentra Lisensi Musik Indonesia (Selmi) terhadap Mie Gacoan Bali, yang diduga melanggar hak cipta karena tak membayar royalti sejak 2022. Direktur PT Mitra Bali Sukses, I Gusti Ayu Sasih Ira, telah ditetapkan sebagai tersangka. Namun mediasi antara pihak restoran dan LMK Selmi belum membuahkan hasil.
“Belum ada kesepakatan sejauh ini,” kata Vanny Irawan, manajer LMK Selmi. Ia menyebut baru sekali pertemuan resmi dengan pendampingan Kementerian Hukum, selebihnya diskusi informal.
Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Kemenkumham, Agung Damarsasongko, mengakui pendekatan pidana adalah langkah terakhir. “Kami lebih menginginkan adanya mediasi yang lebih intens,” ucapnya. Namun ia juga menegaskan bahwa langkah LMK Selmi yang melapor ke kepolisian telah melalui prosedur sah.
DJKI menegaskan bahwa memutar musik di ruang publik, seperti restoran atau kafe, tergolong pemakaian komersial yang wajib membayar royalti, meski pemilik usaha sudah berlangganan Spotify atau YouTube Premium. “Layanan streaming bersifat personal. Ketika musik diperdengarkan kepada publik di ruang usaha, itu sudah masuk kategori penggunaan komersial,” jelas Agung.
Di sisi lain, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad turut menyoroti polemik ini. Ia menyatakan telah meminta Kementerian Hukum dan LMK menyiapkan aturan yang tidak memberatkan pelaku usaha, sembari menanti revisi Undang-Undang Hak Cipta yang tengah dibahas parlemen. “Kami ingin aturan ini tidak menyulitkan siapa pun, baik pencipta lagu maupun pengguna,” tuturnya.
Ketika pelaku usaha merasa takut, konsumen pun kehilangan akses terhadap karya anak bangsa. Oleh karena itu, pemerintah kini dituntut untuk segera merumuskan pendekatan yang bisa menjembatani kebutuhan industri kreatif dan sektor usaha secara berimbang.

