Hari ini, Jumat, 25 April 2025, dunia memperingati Hari Malaria Sedunia. Momen ini menjadi pengingat bahwa malaria masih menjadi ancaman serius, termasuk di Indonesia. Dengan tema yang diusung WHO tahun ini, “Malaria Berakhir di Tangan Kita: Berinvestasi Kembali, Membayangkan Kembali, Menyalakan Kembali”. Peringatan ini mengajak semua pihak untuk memperkuat langkah pencegahan dan pengobatan malaria. Apa bahaya malaria, bagaimana cara menanggulanginya, dan bagaimana situasi malaria di Indonesia? Simak ulasan berikut.
Bahaya Malaria yang Mengintai
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Gejalanya meliputi demam tinggi, menggigil, sakit kepala, dan keringat berlebih, yang biasanya muncul 10-15 hari setelah gigitan. Namun, jika tidak ditangani, malaria bisa berkembang parah. Menurut WHO, malaria berat dapat menyebabkan komplikasi seperti malaria serebral (gangguan otak), gagal ginjal, edema paru, hingga kematian. Anak di bawah 5 tahun, ibu hamil, dan orang dengan daya tahan tubuh rendah menjadi kelompok paling rentan. Menurut World Malaria Report 2024, secara global terdapat 263 juta kasus malaria pada 2023, dengan 597 ribu kematian, sebagian besar di Afrika.
Di Indonesia, jenis parasit Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax paling umum. Plasmodium falciparum sering menyebabkan malaria berat, yang dapat memicu kejang, kelumpuhan, bahkan koma. Sementara itu, Plasmodium vivax bisa kambuh karena parasit ini mampu “bersembunyi” di hati selama bertahun-tahun, menambah tantangan pengobatan.
Cara Efektif Menanggulangi Malaria
Malaria dapat dicegah dan diobati dengan langkah tepat. Berikut beberapa cara yang bisa diterapkan:
- Hindari Gigitan Nyamuk. Tidur dengan kelambu berinsektisida, kenakan pakaian tertutup, dan gunakan lotion antinyamuk. Penyemprotan insektisida di dalam ruangan juga efektif menekan populasi nyamuk Anopheles.
- Deteksi dan Obati Sejak Dini. Jika muncul gejala, segera periksa ke puskesmas. Tes cepat (RDT) atau pemeriksaan darah dapat memastikan keberadaan parasit. Pengobatan dengan terapi kombinasi berbasis artemisinin (ACT) menjadi pilihan utama.
- Jaga Lingkungan. Bersihkan genangan air sebagai sarang nyamuk, tutup tempat penampungan air, dan kelola sampah dengan baik.
- Edukasi Masyarakat. Edukasi masyarakat melalui kader malaria sangat penting untuk mendorong pencegahan.
- Inovasi Teknologi. Di Indonesia, BRIN pada 11 April 2025 mengumumkan pengembangan sistem diagnosis malaria berbasis AI, yang mampu menganalisis sediaan darah secara otomatis, mempercepat deteksi kasus.
Situasi Malaria di Indonesia: Kasus Terbaru dan Sejarah Kelam
Indonesia menargetkan bebas malaria pada 2030, dengan progres yang cukup membanggakan. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan penurunan kasus dari 443.530 pada 2022 menjadi 418.546 pada 2023. Dari jumlah tersebut, 369.119 kasus (sekitar 88%) berasal dari Papua, menjadikan wilayah ini fokus utama penanggulangan. Hingga Maret 2024, 393 dari 405 kabupaten/kota target telah bebas malaria. Namun, tantangan besar masih ada di kawasan timur, khususnya Papua, yang menyumbang 80-90% kasus nasional. World Malaria Report 2024 juga mencatat Indonesia menyumbang 94% kematian akibat malaria di Asia Tenggara, menunjukkan urgensi penanganan.
Sejarah malaria di Indonesia mencatat wabah terparah pernah terjadi pada tahun 1950-an, yang memicu lahirnya Hari Kesehatan Nasional setiap 12 November. Saat itu, malaria merenggut banyak nyawa di Jawa, Bali, dan Lampung. Presiden Soekarno bahkan turun langsung menyemprotkan DDT di Desa Kalasan, Yogyakarta, pada 12 November 1959, sebagai simbol perang melawan malaria. Wabah ini menjadi salah satu yang terparah dalam sejarah Indonesia, mendorong pembentukan Dinas Pembasmian Malaria.
Data Kemenkes menunjukkan bahwa pada tahun 2023, terdapat 418.546 kasus positif malaria, dengan 377.662 kasus diobati sesuai standar. Hingga 24 April 2025, Kemenkes mencatat 3.464.738 pemeriksaan malaria telah dilakukan, tetapi data kasus positif terbaru untuk 2025 belum dirilis. Papua tetap menjadi daerah endemis tertinggi, dengan 86% kasus nasional pada 2023 berasal dari 14 kabupaten/kota di wilayah ini. Faktor seperti hutan lebat, curah hujan sepanjang tahun, dan perilaku nyamuk Anopheles yang lebih suka menggigit manusia memperparah situasi.
Menuju Indonesia Bebas Malaria
Hari Malaria Sedunia 2025 menjadi panggilan untuk terus berjuang melawan malaria. Meski kasus menurun, Papua masih membutuhkan perhatian ekstra. Kolaborasi lintas sektor, inovasi teknologi, dan kesadaran masyarakat menjadi kunci. Mari dukung upaya ini dengan langkah sederhana yaitu cegah gigitan nyamuk, jaga lingkungan, dan segera periksa jika ada gejala. Bersama, kita wujudkan Indonesia bebas malaria sebelum 2030.